Project

Sebusur Kopi

Sebuah pagi dengan bentuk yang masih serupa hari kemaren, di temani beberapa list lagu dan secangkir kopi. Kepulan asapnya samar tertimpa cahaya mentari yang masuk dari jendela menerpa kamar, beradu dengan beat-beat tebal dari satu album milik Sepultura yang di putar dari winamp.

Parade baru, hari baru 

SELAMAT TAHUN BARU 2017 bagi pucuk-pucuk empedu dan linang-linang embun. Selamat ulang tahun dan beranjak menua. Dunia menua, tanah merenta, daun-daun berjatuhan, rintik hujan januari menyapa. Pledoi yang menjadi cerita pada tahapan-tahapan berikutnya. When it's done, and then come another gut's. 

Pada tahapan-tahapan kemarin, ada beberapa hal yang telah tercapai dan terselesaikan. Bukan perkara mudah, sesuatu yang menggumpal akan susah di urai bukan ? Kalau bukan benang, tentulah itu serupa lilitan kimia berdiorama minor. Tahun ini paradae baru terbuka, terjadi di karenakan parade lama yang terselesaikan. Oh, memang seperti itu yang terus terjadi.  Berulang, melingkar, kemudian menjadi lilitan cerita yang menemani hidup seseorang. 

Terkadang dalam sebuah cerita, ada janji-janji nostalgia. Seperti sepoi angin pada cahaya purnama. Seperti diagram ombak lautan yang mencintai daratan, dan meninggal kan buih setiap kali menerpanya. Begitu juga perjalanan, ada janji di dalamnya, ada hadiah di akhirnya. Hanya terkadang itu menjadi bait lagu yang kemudian di nyanyikan banyak orang. Hingga bingar, dan menjadi gema dimana-mana. Sebuah gema yang terjadi bukan di antara gemuruh penonton bola, saat tim kesayangan nya menjebol gawang lawan, atau sing along yang di sertai dengan  loncatan indah ke arah kerumunan penonton pada dialektika pertunjukan musik underground. Sebuah gema yang berulang dan di bawa angin ke segala penjuru. Dan pada akhirnya gema adalah gema, tak lagi jelas, tak lagi membawa pesan. Tak lagi berisi bitiran halus alkimia air pada sepoi angin, seperti bau tanah yang menyeruak, ketika langit hendak menurun kan hujan. Dan hadiah yang di janjikan pada bait akhir nyanyian tersebut Sirna. Hilang. Tidak ada. Kosong. Nol. Zero. 

Dan tibalah ketika bibir mengecap tetes an terakhir dari segelas kopi, 
berasa butiran-butiran sisa Coffea canephora yang bercampur dengan glukosa padat, yang diseduh bersamaan dengan air panas. Nikmati dengan berlahan, dan ketika yang tertinggal adalah pahit, hadapilah dengan tarikan pada batang rokok mu, dan hembus kan asap nya ke atas, agar terbentuk gumpalan asap-asap tembakau yang abstrak. Seperti itulah kehidupan, perjalanan, pada titik di mana kebenaran menjadi abstrak. Ucapkan dalam hati, pelan saja, lirih .. ucapkanlah Allhamdullilah, hari ini masih ada udara bergerak di antara paru-paru mu, dan nadi mu masih merasakan denyut jantung yang dikirim empedu pada ujung Gastrin.




I want to feel, sunlight on my face, See that dust cloud disappear without a trace, I want to take shelter from the poison rain ,Where the streets have no name ... "  
Taken from : U2 - The Joshua Tree ( 1987 ) : Where The Streets Have No Name

Tidak ada komentar:

Posting Komentar